
foto:ilustrasi
INILAH.COM, Jakarta - Bisnis jual beli online kian marak di tengah masyarakat. Namun, dengan meningkatnya tingkat kejahatan di bisnis online, masyarakat pun perlu berhati-hati dan teliti.
Sepanjang 2012, angka kejahatan di dunia cyber meningkat sampai 5% dari jumlah yang terjadi pada 2011. Sedangkan kerugian yang dialami masyarakat pada 2011 sekitar Rp 3 miliar, dan pada 2012 mencapai Rp 4 miliar.
Menurut Kasubdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, angka ini diperoleh dari laporan masyarakat saja. Belum termasuk masyarakat yang memilih untuk tidak melaporkan tindak kejahatan online ke polisi. “Artinya, bisa saja yang tidak dilaporkan masih banyak. Ini berarti, kerugian bisa mencapai puluhan miliar dari penipuan online,"ucapnya di Mapolda, Kamis (25/4/2013).
Audie menilai, kejahatan ini seperti fenomena gunung es, yakni banyak kejahatan menimpa masyarakat, tapi yang muncul itu laporan dari masyarakat juga. "Itu yang diungkap seperti es dimana bawahnya pasti menumpuk karena tidak dilaporkan," katanya.
Menurut Audie, beberapa pelaku kejahatan penipuan secara online ini, rata-rata sudah profesional. Mereka menggunakan modus menyebar penawarannya ke banyak calon pembeli, kemudian nanti akan disaring lagi oleh pelaku.
"Yang jelas, si pelaku itu menjaring dengan menyebarkan penawarannya ke media online dan mungkin menjangkau lebih banyak calon korbannya. Dari sekian orang, pasti ada yang kena terjaring dimana kebetulan mereka secara kebetulan membutuhkan barang yang ditawarkan pelaku,"ujarnya.
Dari situ, kata Audie, setiap orang yang membutuhkan barang tersebut dan bisa mendapatkannya dengan harga murah, pasti akan tertarik. "Disitulah kelemahan dimana pelaku bisa masuk untuk meyakinkan calon pembeli," ujarnya.
"Yang jelas, si pelaku itu menjaring dengan menyebarkan penawarannya ke media online dan mungkin menjangkau lebih banyak calon korbannya. Dari sekian orang, pasti ada yang kena terjaring dimana kebetulan mereka secara kebetulan membutuhkan barang yang ditawarkan pelaku,"ujarnya.
Dari situ, kata Audie, setiap orang yang membutuhkan barang tersebut dan bisa mendapatkannya dengan harga murah, pasti akan tertarik. "Disitulah kelemahan dimana pelaku bisa masuk untuk meyakinkan calon pembeli," ujarnya.
Untuk menghindari itu, lanjutnya, masyarakat perlu pelajari dan pahami dengan siapa mereka bertransaksi. Misalkan, siapa yang menjual. Ibarat datang ke toko, kenali dulu itu toko, lihat barang dan lainnya.
"Begitu juga halnya dalam dunia maya, kita harus tahu dulu jual apa, profil penjual seperti apa. Lakukan cross check dan cari referensi sebanyak mungkin tentang profil penjual tersebut. Jadi jangan ceroboh perlu kehati-hatian," imbuhnya.
Audie menjelaskan, untuk menghindari kecerobohan, konsumen harus cermat melihat adanya kejanggalan. Misalkan saja bila harga yang ditawarkan di online adalah separuh harga pasar. Dengan harga murah ini, bisa dipertanyakan berapa jumlah keuntungan yang akan diterima pelaku tersebut.
"Selain itu, kita juga tidak tahu barang itu dimana, penjualnya dimana, tapi begitu sudah dikasih nomor rekening langsung transfer saja, meski pelaku meminta agar ditransfer ke nomor rekening yang telah dikirim. Ini yang perlu dihindari kecerobohan masyarakat, jadi jangan langsung transfer," ucap Audie lagi.
Terkait nomor rekening, Audie menambahkan, para pelaku tidak pernah mempertahankan satu nomor rekening terlalu lama. Mereka biasanya langsung mengganti rekening, ketika transaksi dengan calon pembeli sudah terjadi. Hal ini untuk menghindari penyidikan dari pihak berwajib.
"Selain itu, kita juga tidak tahu barang itu dimana, penjualnya dimana, tapi begitu sudah dikasih nomor rekening langsung transfer saja, meski pelaku meminta agar ditransfer ke nomor rekening yang telah dikirim. Ini yang perlu dihindari kecerobohan masyarakat, jadi jangan langsung transfer," ucap Audie lagi.
Terkait nomor rekening, Audie menambahkan, para pelaku tidak pernah mempertahankan satu nomor rekening terlalu lama. Mereka biasanya langsung mengganti rekening, ketika transaksi dengan calon pembeli sudah terjadi. Hal ini untuk menghindari penyidikan dari pihak berwajib.
"Cirinya itu, pelaku kalau sudah mengirim nomor rekening pertama dengan nama X, lalu nanti yang kedua pasti beda lagi namanya, misalnya Y. Itu karena yang sebelumnya sudah ditutup dan tidak mungkin pelaku melakukan kedua kalinya di rekening yang sama, itu bisa kelacak polisi," ungkapnya.
[ast]






0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking